Rabu, 20 Juni 2012

" Lupit "


بسم الله الر حمن الر حيم
السّلم عليكم ورحمت الله وبرّاكته

“ LUPIT “

Gambaran " Lupit " dalam versi wayang golek Ki Entus Susmono

Lupit adalah kakak Slenteng berbadan gendut,dia berpenampilan tidak jauh berbeda dengan Slenteng Cuma lebih perlente. Ciri utamanya berkain sarung dengan kopiah berbaju koko, bercelana serba hitam serba komprang bak jawara. Dari penampilan Lupit lebih berwibawa, lebih keren, lebih perlente. Bicaranya menggema penuh wibawa walau kadang sedikit pelok.

Lupit lebih mengutamakan kejujuran mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadi. Dia tidak perduli dengan keadaan dirinya mau difitnah dihina bahkan diancam hidupnyapun lupit tidak pernah mersa takut. Hanya saja dia selalu berpikir kenapa masih ada orang – orang yang berbuat nista dan ingin menghancurkan orang lain hanya sekedar ambisi, kepentingan pribadi, yang dikejar semata – mata hanya dunia.

Lupit memandang kehidupan ini tidak bedanya dengan sandiwara maka dia tidak heran dengan tingkah polah manusia yang beragam dia hanya melihat apa adanya yang dilihat, mendengar apa adanya yang didengar, tidak pernah memasukkan semua itu dalam hati dan pikiranya. Lupit memandang lepas dunia ini dengan segala gerak dan isinya semata – mata hanya memuji kebesaran Illahi. Lupit selalu berdo’a untuk ketentraman dunia seisinya.

Lupit berpenampilan bloon penuh wibawa, wajahnya tak pernah mengisyaratkan kesedihan yang ada hanyalah kelugasan kejujuran dengan senyum yang selalu mengembang dibibirnya. Dia tidak pernah berbohong walau sekecil apapun. Dia sosok yang sudah mungkur ing kadonyan. Dia hidup sangat sederhana,  merasa cukup dengan apa yang ada tidak pernah meminta yang aneh – aneh, selalu bersyukur dengan yang dimiliki. Semua dia pasrahkan kepada kekuasaan Allah yang mengatur segala hidup manusia.
Dia sangat anti kekerasan tetapi bukannya takut bila memang dibutuhkan. Masalah baginya tidak perlu dicari tapi bila datang juga tidak harus dihindari. Semua dihadapi dengan keyakinan bahwa kebenaran itu pasti akan menang. Bila menghadapi masalah tidak ada musuh – musuhnya yang bisa mengalahkan sekalipun pejabat. Sebab lupit adalah gambaran kekuatan rakyat yang mempunyai kekuatan maha dahsyat bila sudah marah. Bahkan banyak pejabat yang mencari bila mereka menemukan masalah yang tidak dapat diselesaikan  untuk mendapatkan solusi.

Dia seorang rakyat yang berjiwa kyai, berjiwa ulama, berjiwa sufi ibaratnya seperti “ Abunawas “. Lupit tidak bangga dengan pujian, tidak malu karena dihina. Hinaan, cacian serta tuduhan yang jelek – jelek sering dilontarkan kepada dirinya tetapi dia tidak pernah mengambil hati,  dibiarkan semua berlalu dengan berjalannya waktu. Fitnah sering ditimpakan kepada dirinya tetapi dengan senyum dia menerima semua dan semua fitnah itu pada akhirnya kembali kepada yang memfitnah.
Kalau sudah marah Lupit dapat merubah apapun yang dikendaki, maka dia akan menjadi seorang satria yang gagah perkasa dan melawan keangkara murkaan yang terjadi, semua di tumpas dengan gagah berani. Namun setelah itu dia kembalikan kepada kedudukan yang sebenarnya, dia tetap kembali kepada rakyat sebab dia selalu memegang amanah yang sebenarnya.

lupit selalu memuji kebesaran Sang Illahi. Hidupnya telah dipasrahkan total dengan qodho dan qodar Nya. Dia tidak merasa canggung berhadapan dengan para pejabat, yang besar, tidak merasa besar bila menghadapi rakyat yang kecil. Dia memandang kehidupan ini sebagaimana adanya. Tidak pernah mengeluh dengan kekurangan juga tidak pernah bangga dengan kelebihan. Bila mendapatkan nikmat dari Allah dia kembalikan kepada yang membutuhkan, bila mendapatkan kekurangan tidak pernah mau meminta kepada manusia.

Dia berkeyakinan manusia itu bukan tempat meminta sebab tidak ada manusia diminta itu pasti memberi walaupun sebenarnya mereka punya. Maka dari pada meminta manusia dengan mengorbankan rasa malu lebih baik minta kepada Allah yang memelihara hidupnya.

Dia tidak pernah menyembunyikan tangannya untuk memberi bantuan kepada setiap manusia walaupun dia sendiri kekurangan. Dalam hidupnya tertanam keyakinan : 

“ tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah “. 

Dan bersemboyan : 

“ Kalau memang itu rezkiku pasti akan samapai ketanganku, bila itu bukan rezkiku maka akan hilang dari tanganku “. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar