Selasa, 19 Juni 2012

" slenteng "


بسم الله الرحمن الرحيم
السّلم عليكم ورحمت الله وبرّاكته

 " SLENTENG "

Slenteng sosok seorang santri kampong dengan penampilan yang kas kekampungannya dalam versi wayang golek Ki Entos Susmono, dengan sarung kumal di slempangkan di bahu dan sebuah kopiah lusuh menempel di kepala dengan baju koko dan celana hitam bak seorang jawara. Dia gambaran sosok rakyat jelata. Dia sosok yang lugu penuh dengan kejujuran kalau bicara apa adanya dengan logat sedikit agak cempreng, seperti kaleng rombeng, suara parau bindeng. Slenteng gambaran rakyat jelata yang lugu, berpegang teguh pada kejujuran dan kebenaran. Dia tidak pernah merasa takut dan gentar menghadapi suatu keadaan. Otaknya cerdas walau kelihatan bodoh dia disegani lawan maupun kawan. Sebab bicaranya selalu tepat walau kadang seperti tidak pernah dipikirkan.

Slenteng berpenampilan bloon penuh tawa wajahnya terkesan melankolis lucu tak pernah mengisyaratkan kesedihan yang ada hanyalah kelugasan kejujuran dengan senyum yang selalu mengembang dibibirnya. Dia tidak pernah berbohong walau sekecil apapun. Dia sosok yang sudah mungkur ing kadonyan. Dia hidup sangat sederhana,  merasa cukup dengan apa yang ada tidak pernah meminta yang aneh – aneh, selalu bersyukur dengan yang dimiliki.

Slenteng sangat anti kekerasan tetapi bukannya takut bila memang dibutuhkan. Kekerasan tidak perlu dicari tapi bila datang juga tidak harus di hindari. Bila menghadapi masalah tidak ada musuh – musuhnya yang bisa mengalahkan sekalipun pejabat. Bahkan banyak pejabat yang mencarinya bila mereka menemukan masalah yang tidak dapat diselesaikan  untuk mendapatkan solusi.

Dia seorang rakyat yang berjiwa kyai berjiwa ulama berjiwa sufi ibaratnya seperti “ Abunawas “. Slenteng tidak bangga dengan pujian, tidak malu karena kekurangan dan kemelaratan, dia tidak merasa sedih karena dihina. Hinaan dan cacian serta tuduhan yang jelek – jelek sering dilontarkan kepada dirinya tetapi dia tidak pernah mengambil hati,  dibiarkan semua berlalu dengan berjalannya waktu. Fitnah sering dilontarkan kepada dirinya, tetapi semua fitnah itu akan kembali memakan kepada yang memfitnah.

Slenteng selalu memuji kebesaran Sang Illahi. Hidupnya telah dipasrahkan total dengan qodho dan qodar Nya. Dia tidak merasa kecil berhadapan dengan yang besar, tidak merasa besar bila menghadapi dengan yang kecil. Dia memandang kehidupan ini sebagaimana adanya. Tidak pernah mengeluh dengan kekurangan juga tidak pernah bangga dengan kelebihan. Bila mendapatkan nikmat dari Allah dia kembalikan kepada yang membutuhkan, bila mendapatkan kekurangan tidak pernah mau meminta kepada manusia.

Dia berkeyakinan manusia itu bukan tempat meminta sebab tidak ada manusia diminta itu pasti ada walaupun mereka punya. Maka dari pada meminta manusia dengan mengorbankan rasa malu lebih baik minta kepada Allah yang memelihara hidupnya.

Dia tidak pernah menyembunyikan tangannya untuk member bantuan kepada setiap manusia walaupun dia sendiri kekurangan. Dalam hidupnya tertanam keyakinan “ tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar